Profil Desa Alangamba
Ketahui informasi secara rinci Desa Alangamba mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Profil Desa Alangamba, Binangun, Cilacap. Mengungkap harmoni antara denyut kehidupan agraris dan semaraknya kesenian Ebeg yang mengakar. Menyoroti potensi desa sebagai lumbung pangan sekaligus sanggar budaya Jawa yang otentik.
-
Pusat Kesenian Ebeg
Desa ini dikenal luas sebagai basis dan "kandang" dari beberapa grup kesenian Ebeg ternama, menjadikannya salah satu benteng pelestarian budaya tradisional Jawa di Cilacap.
-
Desa Agraris yang Subur
Kehidupan ekonomi dan sosial masyarakatnya bertumpu pada sektor pertanian, dengan hamparan sawah yang luas menjadi sumber utama penghidupan dan ketahanan pangan.
-
Semangat Komunitas yang Kuat
Terdapat ikatan sosial yang erat (guyub), tercermin dari semangat gotong royong dalam aktivitas pertanian dan partisipasi kolektif dalam setiap pergelaran seni budaya.

Jauh dari garis pantai yang ramai dan hiruk pikuk pusat kecamatan, di pedalaman Kecamatan Binangun, Kabupaten Cilacap, terletak sebuah desa yang menyimpan kekayaan sejati dalam dua bentuk: di atas tanah suburnya dan di dalam jiwa masyarakatnya. Inilah Desa Alangamba, sebuah komunitas yang hidup dari denyut nadi pertanian, namun ruhnya bersemayam dalam alunan gamelan dan hentakan kaki para penari Ebeg. Desa ini merupakan potret harmoni yang sempurna, di mana cangkul dan kuda lumping menjadi dua sisi mata uang yang sama dalam mendefinisikan identitasnya sebagai lumbung pangan sekaligus sanggar budaya.
Profil Wilayah dan Lanskap Agraris
Desa Alangamba adalah sebuah desa pedalaman yang secara geografis tidak memiliki akses ke laut. Posisinya ini membentuk karakternya yang murni agraris. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam publikasi "Kecamatan Binangun Dalam Angka 2023", Desa Alangamba memiliki luas wilayah 2,42 km². Hampir seluruh lanskapnya merupakan hamparan sawah irigasi yang tertata rapi, diselingi oleh permukiman penduduk yang teduh.
Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, desa ini dihuni oleh 3.497 jiwa, yang terdiri dari 1.791 penduduk laki-laki dan 1.706 penduduk perempuan. Kepadatan penduduknya yang relatif sedang mencerminkan corak kehidupan perdesaan yang tenang. Bagi warga Alangamba, tanah bukan sekadar aset ekonomi, melainkan panggung kehidupan tempat mereka menanam padi, harapan dan melestarikan tradisi leluhur.
Jantung Budaya: Melestarikan Kesenian Ebeg
Keunikan dan daya tarik utama yang membedakan Alangamba dari desa-desa lain di sekitarnya adalah statusnya sebagai salah satu pusat kesenian Ebeg yang paling hidup dan dihormati di Cilacap. Ebeg merupakan seni tari tradisional khas Banyumasan yang melibatkan penari pria yang menunggangi kuda kepang (eblek
) dan sering kali diiringi dengan kondisi mendhem
atau trance.
Desa Alangamba merupakan "kandang" atau rumah bagi beberapa grup Ebeg ternama, salah satunya yang paling dikenal yaitu Ebeg Turonggo Seto. Grup ini dan grup-grup lainnya di Alangamba bukan sekadar kelompok seni, melainkan institusi budaya yang memegang peran penting dalam kehidupan sosial masyarakat:
- Sarana Ritual dan SyukurPergelaran Ebeg sering kali menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual desa seperti
sedekah bumi
(bersih desa) sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang melimpah. - Hiburan RakyatEbeg menjadi hiburan utama bagi masyarakat dalam berbagai perayaan, mulai dari hajatan pernikahan, khitanan, hingga perayaan hari kemerdekaan.
- Pelestarian Warisan LeluhurMelalui Ebeg, generasi muda diajarkan tentang nilai-nilai, musik gamelan, tarian, dan sejarah lokal. Para seniman di Alangamba secara aktif melakukan regenerasi untuk memastikan kesenian ini tidak punah ditelan zaman.
Setiap pergelaran Ebeg di Alangamba adalah sebuah peristiwa komunal yang melibatkan seluruh desa, mulai dari para penari, penabuh gamelan, penimbul
(pawang atau pemandu trance), hingga warga yang antusias menonton.
Ekonomi Bertumpu pada Sektor Pertanian
Selaras dengan lanskapnya, tulang punggung perekonomian Desa Alangamba yaitu sektor pertanian. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani penggarap maupun buruh tani. Padi merupakan komoditas utama yang ditanam, menjadi sumber pangan pokok dan pendapatan utama.
Kehidupan agraris di Alangamba berjalan dalam siklus yang teratur. Dimulai dari mengolah tanah, menanam bibit, merawat tanaman dari hama, hingga masa panen yang disambut dengan suka cita. Sistem irigasi yang mengalir ke sawah-sawah menjadi faktor krusial bagi keberhasilan panen. Sering kali, semangat gotong royong masih terasa kental, di mana para petani saling membantu dalam proses tanam maupun panen. Selain padi, warga juga memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayuran, buah-buahan, atau beternak unggas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menambah penghasilan.
Pembangunan Infrastruktur Berbasis Komunitas
Pembangunan di Desa Alangamba berjalan dari bawah, berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat agraris. Alokasi Dana Desa menjadi instrumen utama bagi pemerintah desa untuk melaksanakan program-program prioritas yang telah disepakati melalui musyawarah desa. Fokus pembangunan infrastruktur meliputi:
- Peningkatan Jalan Usaha Tani (JUT)Pengerasan atau pengecoran jalan di tengah sawah untuk mempermudah akses traktor dan pengangkutan hasil panen.
- Perbaikan Saluran IrigasiMemastikan kelancaran distribusi air ke seluruh area persawahan.
- Pembangunan Infrastruktur DasarPembangunan jalan lingkungan, talud penahan tanah, dan fasilitas umum lainnya untuk meningkatkan kualitas hidup warga.
Pendekatan pembangunan ini menunjukkan bahwa kemajuan desa diukur dari sejauh mana infrastruktur tersebut mampu mendukung dan memperlancar aktivitas ekonomi utama warganya, yaitu bertani.
Kehidupan Sosial yang Guyub dan Penuh Kebersamaan
Ikatan sosial di Desa Alangamba terjalin dengan sangat erat. Istilah guyub
(rukun dan kompak) benar-benar tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Kebersamaan ini tidak hanya terlihat dalam kegiatan pertanian, tetapi juga sangat menonjol dalam konteks budaya.
Sebuah pergelaran Ebeg, misalnya, membutuhkan kerja sama kolektif. Warga akan bergotong royong menyiapkan panggung, konsumsi, dan segala keperluan lainnya. Acara ini menjadi ruang sosial tempat seluruh warga, tua dan muda, berkumpul, berinteraksi, dan merayakan identitas bersama mereka. Semangat komunal inilah yang menjadi perekat sosial sekaligus fondasi bagi pelestarian budaya di Desa Alangamba.
Potensi dan Tantangan di Era Modern
Di tengah keteguhannya menjaga tradisi, Desa Alangamba menghadapi tantangan dan peluang di era modern.
- Peluang Wisata BudayaKekayaan seni Ebeg merupakan potensi besar untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata budaya. Desa ini dapat menawarkan paket wisata otentik bagi pengunjung yang ingin menyaksikan pertunjukan Ebeg secara langsung di lingkungan aslinya, belajar tentang gamelan, atau bahkan berinteraksi dengan para seniman.
- Tantangan RegenerasiTantangan terbesar yang dihadapi adalah memastikan generasi muda tetap tertarik untuk melanjutkan dua warisan utama desa: bertani dan menjadi seniman Ebeg. Modernisasi dan peluang kerja di kota sering kali menjadi daya tarik yang lebih kuat.
- Kesejahteraan Seniman dan PetaniPerlu adanya upaya untuk meningkatkan kesejahteraan para petani melalui tata niaga hasil panen yang lebih adil, serta memberikan apresiasi dan dukungan yang layak bagi para seniman agar mereka dapat terus berkarya.
Visi masa depan Desa Alangamba terletak pada kemampuannya untuk mensinergikan potensi agraris dan budayanya. Menjadikan pertanian lebih modern dan menguntungkan, sambil mengemas kesenian Ebeg menjadi produk budaya yang bernilai ekonomi tanpa kehilangan kesakralannya.
Kekayaan dari Tanah dan Jiwa
Desa Alangamba menawarkan sebuah pelajaran berharga tentang makna kekayaan sebuah desa. Kekayaan tersebut tidak hanya terhampar di ladang-ladang padinya yang subur, tetapi juga hidup dalam setiap tabuhan gamelan, setiap gerak tari, dan dalam semangat kebersamaan warganya. Alangamba adalah bukti bahwa kemajuan tidak harus berarti meninggalkan tradisi. Dengan merawat tanah dan menjaga jiwa budayanya, Desa Alangamba berdiri kokoh sebagai salah satu permata tersembunyi di Kabupaten Cilacap, sebuah desa yang benar-benar hidup.